Banyak pertanyaan yang muncul ketika kita hendak membuat perjanjian demi kepentingan bisnis. Kekhawatiran bahwa perjanjian yang kita buat ternyata tidak sesuai dengan hukum. ‘Apakah sebuah Perjanjian harus dibuat tertulis?’ ‘Bagaimana dengan perjanjian lisan?’ ‘Apakah sah?’
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, ada baiknya jika kita mengacu pada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, untuk suatu perjanjian dapat dikatakan ‘sah’ diperlukan 4 (empat) syarat dipenuhi. Apa saja syaratnya? Yuk bahas bersama!
Syarat ‘sah’-nya perjanjian:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Di Indonesia berlaku asas yang disebut Pacta sunt servanda, yang berarti perjanjian berlaku sebagai hukum antara para pihak yang mengikat diri. Akan tetapi, perjanjian tersebut hanya dapat mengikat sebagai hukum jika ada kesepakatan antara para pihak yaitu, pertemuan dua kehendak dan tujuan independen yang diekspresikan dengan jelas dan dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Secara umum perjanjian lisan dapat saja mengikat kedua belah pihak meski tanpa instrumen tertulis, kecuali, dan hanya kecuali, ditentukan dan diwajibkan harus dibuat tertulis oleh Undang-Undang (misalnya, transaksi jual beli tanah harus dibuat dengan surat perjanjian tertulis). Akan tetapi, untuk transaksi yang signifikan bagi kedua belah pihak, akan lebih baik dibuat tertulis agar lebih jelas maksud dan rincian kewajiban para pihak jika terjadi masalah di kemudian hari. Pada dasarnya, suatu perjanjian mengikat atas dasar menghormati kehendak atau maksud dari para pihak.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Artinya seseorang yang belum dewasa atau berada di bawah pengampuan tidak dapat membuat perjanjian untuk dirinya sendiri.
3. Suatu hal tertentu
Artinya suatu perjanjian harus memiliki objek perjanjian yang jelas, yang dapat ditentukan jenisnya, baik berupa barang maupun jasa.
4. Suatu sebab yang halal
Artinya perjanjian tersebut tidak boleh dibuat berdasarkan tujuan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku, yaitu yang bertentangan dengan Undang-Undang, norma kesusilaan, atau ketertiban umum. Yang juga perlu diingat adalah perjanjian harus dibuat dengan tunduk pada peraturan yang berlaku, dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang–undangan.
So, selama perjanjian tersebut memenuhi 4 syarat di atas, perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak. Meski perjanjian lisan adalah ‘sah’ namun dalam aktivitas bisnis tetap sebaiknya dilakukan secara tertulis ya Founders, demi mencegah konflik dan sengketa di kemudian hari.
Semoga bermanfaat!