Force Majeure seringkali didengar jika kalian ingin membuat kontrak. Dalam bahasa Indonesia artinya “keadaan kahar” atau “keadaan memaksa”.
Kondisi force majeure tersebut artinya sebuah kondisi dimana tidak terlaksananya satu atau lebih kewajiban atau tidak dipenuhinya hak yang diatur dalam sebuah perjanjian karena hal-hal yang terjadi di luar kuasa si Pihak yang seharusnya memenuhi kewajiban tersebut.
Contoh
Pihak Pertama dalam suatu perjanjian gagal melakukan kewajiban tertentu, namun disebabkan karena gempa bumi yang secara langsung berdampak dalam menghambatnya pemenuhan kewajiban tersebut.
Maka Pihak Pertama tidak bisa dikatakan wanprestasi, dan tidak diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lain.
Diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata sbb:
“Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemaunya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.”
“Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apalagi lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.”
Contoh Force Majeure antara lain banjir, tanah longsor, angin topan, badai, gunung Meletus, keadaan perah, kerusuhan, terorisme, dan lainnya.
Namun sebagai kriteria umum, yang disebut sebagai force majeure adalah kondisi dimana:
1. Suatu peristiwa yang tidak terduga
2. Peristiwa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pada pihak debitur (yang memiliki kewajiban)
3. Tidak ada itikad buruk dari pihak debitur
Ketentuan dan klausul Force Majeure ini wajib dirincikan dalam perjanjian kalian ya!
Baca juga: Apa Itu Wanprestasi?